Mengenal lebih dalam status perwalian melalui kitab Bughiyatul Mustarsyidin

Penyuluh Agama Islam Kec. Kadur Kab. Pameksan
Wali nikah termasuk salah satu poin penting yang sangat sakral dalam pernikahan, keberadaannya salah satu penentu sah dan tidaknya sebuah pernikahan, karena wali nikah termasuk rukun yang harus terpenuhi keberadaannya dalam sebuah aqdun nikah
Wali nikah adalah orang yang berhak menikahkan anak perempuan dengan seorang laki-laki yang menjadi pilihannya Namun demikian, tidak sembarang orang yang berhak menjadi wali nikah, ketentuan dan urutan wali nikah harus betul betul difahami untuk selanjutnya dipedomani dalam konteks ini Wali nikah terdiri dari dua macam yaitu wali nasab dan wali hakim, perpindahan wali nasab ke wali hakim adalah alternatif apabila wali nasab tidak ada atau keberadaanya tidak memenuhi unsur unsur persyaratan perwalian
Sebagai pedoman dirangkum dari halaman resmi Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) dan Permenag No. 20 Tahun 2019, berikut adalah urutan wali nikah berdasarkan nasab:
Bapak kandung
Kakek (bapak dari bapak)
Bapak dari kakek (buyut)
Saudara laki-laki sebapak seibu
Saudara laki-laki sebapak
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak seibu
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
Paman (saudara laki-laki bapak sebapak seibu)
Paman sebapak (saudara laki-laki bapak sebapak)
Anak paman sebapak seibu
Anak paman sebapak
Cucu paman sebapak seibu
Cucu paman sebapak
Paman bapak sebapak seibu
Paman bapak sebapak
Anak paman bapak sebapak seibu
Anak paman bapak sebapak
Itulah urutan wali nikah yang harus dipahami saat sebelum prosesi pernikahan dilaksanakan
Dari beberapa ketentuan dan urutan wali nikah di atas secara garis besar wali nikah terbagi menjadi dua bagian ;
- Wali nikah berstatus mahram
- Wali nikah tidak berstatus mahram yang dimaksud wali nikah berstatus Mahram adalah wali nikah disamping dia termasuk pada golongan wali nikah juga statusnya haram di nikahi atau menikahi karena ada hubungan kemahraman seperti; bapak kandung, Kakek (bapak dari bapak), Bapak dari kakek (buyut), Saudara laki-laki sebapak seibu, Saudara laki-laki sebapak, Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak seibu, Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak, Paman (saudara laki-laki bapak sebapak seibu) Paman sebapak (saudara laki-laki bapak sebapak) termasuk juga Paman bapak sebapak seibu, dan Paman bapak sebapak. Mereka mutlak haram dinikahi atau menikahi karena tergolong mahram sebagaimana yang disebut dalam Al-Qur
an Q.S An-Nisa
Ayat 22-23.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ ……………………….
Sedangkan wali nikah yang tidak berstatus mahram adalah wali nikah yang status kemahramannya tidak disebutkan dalam Al-Quran Q.S An-Nisa
Ayat 22-23 tersebut. Seperti ANAK ANAK DARI JIHAD PAMAN (Anak Paman sebapak seibu, Anak paman sebapak, Cucu paman sebapak seibu, Cucu paman sebapak, Anak paman bapak sebapak seibu, Anak paman bapak sebapak) dengan demikian disamping mereka boleh dinikahi atau menikahi juga mereka boleh menjadi wali nikah dengan ketentuan ketentuan khusus.
Dalam kontek ini Penulis ingin menjelaskan tentang bagian wali nikah yang ke 2 (Wali Nikah yang tidak Bersatus Mahram) dalam perspektif perwalian.
Merujuk pada kitab Bughiyatul Mustarsyidin Halaman 204 menjelaskan bahwa; Apabila ada seseorang mengawini (wanita) dari Pamannya sendiri, (Akabin Sapopoan, red. Madura) kemudia antara keduanya tidak ada kecocokan sehingga terjadi perceraian, beberapa tahun kemudian atau setelah lepas Iddah, Wanita tersebut ingin kawin lagi dengan laki laki lain, maka merujuk kepada keterangan kitab Bughiyatul Mustarsyidin yang menjadi wali nikah adalah mantan suamiya yang notabeni adalah anak dari Pamannya sendiri apabila tidak ada wali ang lebih dekat, dengan syarat;
Sudah tidak ada hubungan pernikahan
Tidak ada wali Akrab( wali yang lebih dekat, seperti saudara atau anak laki laki dari saudara)
Mantan suami harus dari jihad paman laki laki ( kalau mantan suami dari Jihad Bibik maka tidak boleh Jadi wali nikah)
Dalam hal ini mantan suami tersebut boleh menjadi wali nikah terhadap mantan istrinya karena sebenarnya dia adalah Wali nikah dari Jihad العمومة ke- Paman-an dengan status ابن العم (Anak laki laki dari paman) yang boleh menjadi wali nikah apabila tidak ada wali yang lebih dekat, Bahkan apabila dari perkawian tersebut sebelumnya mempunyai anak laki-laki, maka anak laki laki tersebut boleh menjadi wali nikah terhadap ibunya sendiri apabila misalnya ayah anak tersebut meninggal , boleh menjadi wali nikah terhadap ibunya sendiri karena sebenarnya anak tersebut berstatus Cucu dari paman (Lihat; Urutan Wali), yang juga termasuk daftar dari wali nikah apabila tidak ada wali yang lebih dekat. Anak tersebut boleh menjadi wali nikah karena dilihat dari segi القرابة kedekatan kekeluargaan dan tidak dilihat dari segi البنوة ke- anak-an. Hal ini seperti seorang Qodhi/hakim di suatu daerah, Kadur Misalnya, kemudian dia menjadi wali hakim dari seorang wanita yang tidak ada walinya, yang kebetulan dia adalah Ibunya sendiri, maka hakim tersebut boleh mengawinkan Ibunya sendiri sebagai hakim dan Bukan sebagai Anak, karena anak tidak boleh kewilayahan mengawinkan/menjadi wali dari ibunya sendiri.
Bughiyatul Mustarsyidin Halaman. 204
( مسئلة ) تزوج ابنة عمه فاتت له بولد ثم فارقها وارادت التزوبج بغيره كان وليها ابن عمها المذكور عند عدم اقرب منه، ثم ابنه الذي هو ابنها فيزوجها بالقرابة لا بالبنوة كما لو كان الابن قاضيا فيزوج امه بالولاية، اذا البنوة غير مقتضية للولاية…….

Seseorang kawin dengan (wanita) putri pamannya sendiri (sepupu) kemudian baginya lahir seorang anak, kemudian dia menceraikannya, kemudian (wanita) itu bermaksud untuk kawin dengan laki2 lain. Maka yang menjadi wali adalah dia putra pamannya tersebut( mantan suami) apabila tidak ada wali yang lebih dekat, kemudian (berikutnya) adalah anak laki2nya yang notabene adalah anak dari (wanita) itu juga. Dia mengawinkan ibunya sebab kekerabatan bukan dari sebab ke -anak-an, hal ini sebagaimana anak menjadi Qadhi/Hakin maka dia boleh mengawinkan ibunya sendiri sebab kewilayahan( bukan sebab ke-anak-an).karena anak tidak mempunyai kuasa terhadap ibunya.
Semoga bermanfaat. Aamin..
Pamekasan 30 Maret 2022