(Kegiatan Pemberantasan Buta Aksara al-Qur’an di Pademawu Pamekasan)

Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam Islam sebagai kitab petunjuk di bidangibadah, akidah, akhlak dan syariah (hukum). Karenanya,membaca al-Qur’an merupakan keterampilan dasar yangharus dimiliki oleh seseorang untuk bisa mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an. Setiap umat Muslim di dunia wajib mempelajari serta mengamalkannya, agar senantiasa menjadi pribadi yang baik serta diridhai Allah SWT., sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi SAW, yaitu:
عن عثمان بن عفان رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: خَيرُكُم من تعلَّمَ القرآنَ وعلَّمَهُ.)رواه البخاري(
Artinya: Dari ‘Utsman bin ‘Affan ra. Dari Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengamalkannya”. (HR. Bukhari).[1]
Idealnya, semua masyarakat Muslim bisa membaca al-Qur’an. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat muslim yang buta aksara al-Qur’an. Masalah baca-tulis al-Qur’an di Indonesia hingga saat ini masih menjadi perbincangan. Dilansir dari MNC Portal, Syafruddin (selaku Wakil Ketua DMI) menyebutkan sebanyak 65% masyarakat muslim Indonesia tidak bisa membaca al-Qur’an dari 223 juta penduduk Muslim di Indonesia dengan merujuk data riset pada tahun 2019 yang dilakukan oleh sejumlah kelompok Islam.[2]
Berdasarkan data ini, Kamaruddin Amin selaku Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama mengungkapkan perlu pada survei lanjutan terkait data buta aksara al-Qur’an.Pihaknya merasa angka 65% terlalu tinggi, dan sudah melakukan komunikasi dengan Litbang untuk melakukan survey lanjutan. Pihaknya juga menegaskan, upaya pengentasan buta aksaraal-Qur’an telah dan akan terus dilakukan, baik melalui program formal maupun informal. Secara formal, pembinaan dilakukan melalui lembaga pendidikan seperti madrasah, sekolah maupun pesantren. Sedangkan informal, biasanya mengandalkan kerjasama organisasi masyarakat Islam, lembaga tahfĭdz, dan organisasi kemasyarakatan.[3]Dalam konteks ini, Penulis menilai angka 65%ini penyumbang terbesarnya bukan dari Madura, khususnya di Kabupaten Pamekasan. Hal ini didukung oleh klaim Moh. Tarsun, selaku Kepala Dinas Pemekasan tahun 2019 yang mengungkapkan bahwa angka buta aksara di Pamekasan hanya 2%,terendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya se-Jawa Timur,[4] walaupun tidak secara khusus menggambarkan data buta aksara al-Qur’an.
Kegiatan membaca al-Qur’an bagi masyarakat Pamekasan bisa dikatakan merupakan kegiatan rutinitas harian, tak terkecuali pada masyarakat Pademawu Pamekasan. Statemen ini bukan tanpa alasan, dari dulu sampai sekarang di berbagai Mushalla dan Masjid yang ada di tengah-tengah pemukiman kampung oleh masyarakat Pamekasan senantiasa dijadikan sebagai pusat kegiatan pembelajaran al-Qur’an. Di tambah lagi keberadaan Pesantren-pesantren yang ada di Pamekasan. Di tempat-tempat itulah, mulai dari usia anak-anak, generasi muda, dan masyarakat belajar dan mengasah diri dengan membaca al-Qur’an agar senantiasa lahir sosok yang memiliki prinsip seperti isi dan kandungan al-Qur’an. Bahkan juga bisa dikatakan bahwa membaca al-Qur’an merupakan suatu keniscayaan bagi keberagamaan masyarakat Pamekasan.[5]
Dilihat dari konteks keberagamaan dan pendidikan al-Qur’an di Pamekasan masih senantiasa dilakukan oleh para Kiai, ustadz, dan guru-guru di berbagai level dan tingkatan, sehingga kemajuan dan perkembangan masyarakat Pamekasan dalam bidang pendidikan al-Qur’an tidak kalah meningkatnya di banding daerah-daerah lain, seperti Bangkalan, Sampang, dan Sumenep. Bahkan ditingkatan regional sampai nasional pun masih bisa dikatakan sebagai daerah yang paling gemar masyarakatnya membaca al-Qur’an.[6] Hal ini juga ditopang oleh Perda Kabupaten Pamekasan No.4 Tahun 2014 tentang keterampilan membaca al-Qur’an bagi peserta didik beragama Islam yang secara substansial Perda ini dibuat dengan maksud untuk menumbuhkan kebiasaan membaca al-Qur’an sebagai sarana membentuk keperibadian Muslim.[7]Perda ini mempunyai dua tujuan, yaitu: (1) tujuan umum adalah memiliki sikap dan perilaku sebagai seorang muslim yang beriman, bertakwa dan berahklak mulia; dan (2) Tujuan khusus adalah terampil membaca dan menghafal al-Qur’an dengan baik, sehingga menimbulkan kecintaan terhadap al-Qur’an serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari- hari.[8]
Membaca dan Mengajar al-Qur’an: Tradisi Keberagamaan Masyarakat Pamekasan
Membaca dan mempelajari al-Qur’an di Pamekasan telah menjadi tradisi mulia secara turun menurun dari generasi ke generasi di kalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat di berbagai Mushalla dan Masjid yang ada di tengah-tengah pemukiman kampung oleh masyarakat Pamekasan senantiasa dijadikan sebagai tempat pertama atau pusat kegiatan pembelajaran al-Qur’an di usia anak-anak dan remaja. Baru kemudian dilanjutkan ke Pesantren-Pesantren untuk dikembangkan dan tingkatkan kemampuan membaca al-Qur’an dan pemahaman maknanya.[9]
Al-Qur’an diajarkan dalam rangka untuk memberikan dorongan dan penyadaran pada usia anak-anak dan generasi muda akan pentingnya membaca dan mempelajari al-Qur’an secara konsisten dan terus-menerus sampai akhir zaman. Dalam hal ini,Ahmad Faizur Rosyad menjelaskan bahwa sangat dianjurkan untuk membaca al-Qur’an secara konsisten, terus-menerus dan berulang-ulang bagi umat Islam, walaupun tidak memahami maknanya. Lebih utama lagi jika sampai mampu memahami maknanya.[10]
Kata berulang-berulang merupakan indikasi suatu dorongan untuk mentradisikan membaca al-Qur’an di kalangan masyarakat Pamekasansebagai wujud kegiatan pemberantasan buta aksara al-Qur’an. Penulis menilai tradisi membaca dan mengajarkan al-Qur’andi Pademawu Pamekasan telah menjadi fenomena yang sangat kental dengan aktifitas rutinitas setiap hari bahkan setiap waktu. Di tempat-tempat ibadah (Mushalla dan Masjid) serta di rumah-ramah pemukiman warga, lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an masih kerap terdengar dan dilakukan, yang secara otomatis merupakan tradisi mulia dari keberagamaan masyarakat Pamekasan.
Disisi lain, adanya aktifitas membaca al-Qur’an sebagai tradisi keberagamaan, sebenarnya merupakan perwujudan dari tanggung jawab seorang Muslim untuk membentuk dan melahirkan masyarakat yang memiliki mental seperti apa yang terkandung di dalam al-Qur’an, yang kemudian pada gilirannya dapat menyelesaikan persoalan masyarakat dari ketidaktahuan, buta aksara dalam membaca al-Qur’an.Hal lain, yang bisa dijadikan pijakan untuk melihat potret keberagamaan masyarakat Pamekasan adalah masih maraknya kelompok-kelompok masyarakat yang melakukan aktifitas membaca al-Qur’an, seperti adanya tadarrus bersama, undangan Khatmil Quran, dan kegiatan-kegitan lain yang dikemas dengan pengajian, pengajaran dan membaca al-Qur’an. Kebiasaan-kebiasaan semacam inilah, oleh Totok Tasmara dikatakan sangat besar pengaruhnya terhadap pola pikir dan tindakan seorang Muslim.[11]
Sayangnya, lebih banyak orang yang tidak menyadari bahwa setiap kebiasaan yang dilakukannya menentukan corak dan warna hidupnya. Untuk itu, agama Islam mencoba untuk memupuk semangat dan mentradisikan membaca al-Qur’an bagi umat Islam pada umumnya, khususnya di Kabupaten Pamekasan yang sampai sekarang ini masih menjadi tradisi Islam yang luar biasa. Lebih lanjut, Tasmara mengatakan bahwa tradisi tersebut adalah membiasakan diri dengan membaca, menelaah, membicarakan, dan mengaplikasikan makna kandungan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari,karena al-Qur’an merupakan sumber inspirasi yang tidak kering untuk dibaca, dikaji, dan ditelaah sampai akhir zaman.[12] Oleh karena itu, Penulis menilai tradisi membaca al-Qur’an di Pamekasan ini dapat dikatakan sebagai bentuk kegiatan pemberantasan buta aksara al-Qur’an yang hendaknya harus ditradisikan sepanjang sejarah kehidupan manusia, agar senantiasa terbentuk dan lahir manusia yang berjiwa Qur’ani.
Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa potret keberagamaan masyarakat Pamekasan dapat dilihat dari semangat dan kegemaran masyarakat dalam membaca al-Qur’an. Semangat dan kegemaran ini, tidak hanya ditemukan di tempat-tempat yang menjadi pusat kegiatan pembelajaran al-Qur’an, seperti di Mushalla dan Masjid, namun juga di rumah-rumah masyarakat masih terdengar lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an. Realitas ini menjadi bukti konkrit bahwa keberagaman masyarakat Pademawu Pamekasan dalam mentradisikan membaca al-Qur’an telah ikut serta melakukan pemberantasan buta aksara al-Qur’an di Indonesia.
[1]Imām an-Nawawĭ, RiyādusShālihin, bab fadhā’ilal-Qur’ān, hadits ke 993 (Beirut: Maktabah al-Islāmĭ, 1992), 180.
[2]Dimas Choirul, DMI: 65 Persen Muslim Indonesia Buta Baca Al-Qur’an, “OkeNews”, diakses dari websitehttps://nasional.okezone.com/read/2022/01/22/337/2536279/dmi-65-persen-muslim-indonesia-buta-baca-alquran (tanggal 8 Maret 2022).
[3]DeaAlviSoraya, Soal Data ButaAksara Al-Qur’an, Kemenag: Perlu Ada SurveiLanjutan, “Republika.id”, diakses dari website https://repjogja.republika.co.id/berita/r67r1e313/soal-data-buta-aksara-alquran-kemenag-perlu-ada-survei-lanjutan (tanggal 8 Maret 2022).
[4]Sudur, Angka Buta Aksara di Pamekasan Terendah se Jatim, “KoranMadura”, diakses dari website https://www.koranmadura.com/2019/03/angka-buta-aksara-di-pamekasan-terendah-se-jatim/ (tanggal 8 Maret 2022).
[5]Wazirul Jihad, Tokoh Agama di Kecamatan Pademawu Pamekasan, wawancara langsung (11 Maret 2022)
[6] Ibid.
[7] Pasal 2 Perda Kabupaten Pamekasan No.4 Tahun 2014.
[8] Pasal 3 Perda Kabupaten Pamekasan No.4 Tahun 2014.
[9]Observasi Intensif yang dilakukan oleh Penulis di wilayah Kecamatan Pademawu Pamekasan selama penulisan artikel ini.
[10]Ahmad Faizur Rosyad, Mengenal Alam Suci: Menapak Jejak Al-Ghazali Tasawuf, Filsafat dan Tradisi (Yokyakarta: Kutub, 2004), 145.
[11] Toto Tasmara, Menuju Muslim Kaffah; MenggaliPotensiDiri, (Jakarta: GemaInsani, 2000), 57.
[12]Ibid.
Daftar Pustaka
Choirul,Dimas.DMI: 65 Persen Muslim Indonesia Buta Baca Al-Qur’an, “OkeNews”, diakses dari website https://nasional.okezone.com/read/2022/01/22/337/2536279/dmi-65-persen-muslim-indonesia-buta-baca-alquran (tanggal 8 Maret 2022).
Perda Kabupaten Pamekasan No.4 Tahun 2014 TentangKeterampilan Membaca Al-Qur’an Bagi Peserta Didik Beragama Islam.
Nawawĭ (an), Imām. 1992. RiyādusShālihin, bab fadhā’ilal-Qur’ān, hadits ke 993. Beirut: Maktabah al-Islāmĭ.
Rosyad, Ahmad Faizur. 2004. Mengenal Alam Suci: Menapak Jejak Al-Ghazali Tasawuf, Filsafat dan Tradisi. Yokyakarta: Kutub.
Soraya,Dea Alvi.Soal Data Buta Aksara Al-Qur’an, Kemenag: Perlu Ada Survei Lanjutan, “Republika.id”, diakses dari website https://repjogja.republika.co.id/berita/r67r1e313/soal-data-buta-aksara-alquran-kemenag-perlu-ada-survei-lanjutan (tanggal 8 Maret 2022).
Sudur.Angka Buta Aksara di Pamekasan Terendah se Jatim, “KoranMadura”, diakses dari website https://www.koranmadura.com/2019/03/angka-buta-aksara-di-pamekasan-terendah-se-jatim/ (tanggal 8 Maret 2022).
Tasmara, Toto. 2000.Menuju Muslim Kaffah; Menggali Potensi Diri. Jakarta: Gema Insani.