(Refleksi Memperingati Hari Lahir Pancasila )
Oleh: Wahyudi, M.H. (PAI Tlanakan)
Sebagai bentuk rasa nasionalisme, setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila, kegiatan ini merupakan sebuah momentum penting untuk kembali merefleksikan nilai-nilai dasar yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila bukan sekadar simbol ideologis, tetapi merupakan cerminan dari keberagaman yang hidup dan tumbuh di tengah masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, peran Penyuluh Agama menjadi sangat strategis dalam merawat dan menghidupkan semangat Pancasila, terutama sebagai simbol kebhinekaan.
Pancasila dan Kebhinekaan: Satu Tarikan Nafas
Indonesia merupakan negara yang sangat beragama dari segi agama, suku, budaya, bahasa, dan adat istiadat. Pancasila lahir dari kenyataan sosial ini. Kelima sila dalam Pancasila adalah cerminan dari upaya para pendiri bangsa untuk merajut kebhinekaan dalam bingkai persatuan. Dalam realitasnya, menjaga kebhinekaan bukanlah tugas yang mudah. Potensi konflik, intoleransi, dan perpecahan kerap kali muncul. Di sinilah peran aktif tokoh agama, khususnya Penyuluh Agama, sangat dibutuhkan.
Apa yang dibutuhkan dari Penyuluh Agama dalam merawat Pancasila ?
Penyuluh Agama tidak hanya bertugas memberikan pemahaman tentang ajaran sesuai agamanya kepada masyarakat, tetapi juga berperan sebagai tokoh yang bisa di teladani ditengah masyarakat, menyampaikan pesan-pesan pembangunan menggunakan bahasa agama dengan menciptakan kedamaian, toleransi, dan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Selain itu, penyuluh Agama juga sebagai corong moderasi beragama sekaligus menjadi aktor dalam membentuk kerukunan antar umat beragama.
Sehingga penyuluh agama memiliki peranan penting dalam banyak sektor, seperti menguatkan nilai-nilai persaudaraan antara umat beragama, mencegah radikalisme dan intoleransi, membangun dialog lintas iman, menyampaikan dakwah yang humanis dan tidak provokatif.
Semua nilai ini selaras dengan sila-sila dalam Pancasila, khususnya sila pertama hingga sila ketiga: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dan Persatuan Indonesia.
Merawat Pancasila Melalui Dakwah Sosial di Media Sosial
Dakwah yang dilakukan oleh Penyuluh Agama tidak semata-mata dilakukan diatas mimbar, tetapi juga harus dalam bentuk aksi nyata, yaitu dengan memberdayakan masyarakat, membangun solidaritas sosial, dan menjadi jembatan antar kelompok yang beragam untuk tetap merajut persatuan. Dalam banyak kasus, penyuluh menjadi penengah dalam konflik sosial, dan menjadi pelopor gerakan kerukunan.
Di era digital seperti sekarang, separuh kehidupan manusia berada di media sosial, penyuluh agama juga harus mampu memanfaatkan media sosial sebagai ladang dakwah serta mengedukasi masyarakat dengan konten dakwah yang menyenangkan. Narasi-narasi keagamaan yang toleran, cinta tanah air, dan menghargai perbedaan harus terus digaungkan sebagai penyeimbang dari arus informasi yang provokatif.
Refleksi Hari Lahir Pancasila: Saatnya Merajut Kembali Kesadaran Kebangsaan
Memperingati Hari Lahir Pancasila bukan hanya sekedar seremonial dalam kegiatan upacara. Tapi lebih dari itu, momen sakral ini adalah ajakan untuk menguatkan kembali semangat persatuan dan kesatuan. Penyuluh Agama, sebagai garda terdepan dan sebagai corong Kementerian Agama dalam pembinaan umat, memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila tetap hidup dalam kehidupan masyarakat.
Dengan mengedepankan dialog, menghargai perbedaan, serta menyebarkan nilai-nilai agama yang damai dan toleran, para penyuluh agama sejatinya sedang merawat Pancasila itu sendiri sebagai simbol dari kebhinekaan Indonesia yang agung.