Larangan – 4 Juni 2025
Di tengah hiruk pikuk rutinitas kantor dan tugas-tugas dakwah yang tak pernah usai, tiga sosok penyuluh agama Islam Kecamatan Larangan tampak berkeringat bukan karena menyusun materi penyuluhan, tapi karena memotong triplek dengan gergaji tangan.
Hari ini, Muhammad Ismail, Anwari, dan Slamet Sugianto — tiga penyuluh agama Islam yang baru dilantik sebagai PPPK — menunjukkan bakat lain yang jarang dimiliki sebagian besar Penyuluh Agama: menjadi tukang bangunan.
Di ruang kecil belakang KUA Larangan, suara gesekan gergaji, dentingan palu, dan derak triplek menciptakan irama kerja yang tak biasa. Di samping mereka berserakan alat tukang seperti meteran, paku, dan palu. Namun yang mereka bangun bukan sekadar bilik kayu, melainkan ruang masa depan — ruang multimedia.
“Kami sedang membuat ruang multimedia. Di sini nanti akan ditempati podcast, dan segala bentuk kebutuhan digital lainnya akan ada di sini,” tutur Ismail, sembari menyeka keringat di dahinya. Tidak ada kontraktor. Tidak ada tukang profesional. Bahkan tak sepeser pun anggaran negara digelontorkan.
Ruang ini, menurut mereka, adalah bentuk ikhtiar kreatif untuk menjawab kebutuhan zaman. Penyuluhan agama tak lagi cukup hanya dilakukan di mimbar atau majelis taklim. Kini, dakwah harus mampu menjangkau ruang digital, menggema lewat podcast, video, dan konten-konten media sosial yang mendidik dan menyentuh kalbu.
Semangat ini tak hanya mencerminkan kreativitas, tapi juga integritas. Di saat banyak orang berlindung di balik keterbatasan anggaran, mereka justru bergerak sendiri, menciptakan solusi, menghadirkan harapan. Ketiganya membuktikan bahwa menjadi penyuluh agama bukan sekadar bisa ceramah atau mengutip ayat, tapi juga mampu menjadi arsitek perubahan — secara literal dan kultural.
Ruang yang sedang mereka bangun ini bukan sekadar ruang fisik, tetapi juga simbol pergeseran paradigma dakwah. Dari menunggu audiens, menjadi mendatangi audiens. Dari metode konvensional, menuju ranah digital. Dan semua dimulai dari palu, paku, dan selembar triplek.
Kepala KUA Larangan, Mudenar, menyambut langkah ini dengan penuh apresiasi. “Ini bukan hanya soal bangunan, tapi soal mentalitas. Semangat berkarya meski tanpa anggaran adalah potret keikhlasan dan visi jauh ke depan,” ucapnya.
Larangan patut berbangga. Tiga penyuluh agama barunya bukan hanya mampu berdakwah dengan kata-kata, tapi juga dengan karya nyata. Mereka penyuluh, sekaligus teknisi, desainer, visioner — bukti bahwa multitalenta dan dedikasi bisa menyatu dalam satu sosok: Penyuluh Agama Islam.