
Muhammad Thāhir‘Ᾱsyūr lebih dikenal dengan panggilan Ibnu ‘Ᾱsyūr. Ibnu ‘Ᾱsyūrrmerupakan sosok ulama kontemporer asal Tunisia. Kecintaan Ibnu ‘Ᾱsyūr kepada ilmu pengetahuan telah mengantarkannya menjadi sosok ulama produktif yang melahirkan banyak karya ilmiah, diantaranya yang terkenal adalah kitab tafsir“al-Tahrīr wa al-Tanwīr” dan filsafat hukum Islam“Maqāṣid al-Syarī‘ah Al-Islāmiyah”.
Ibnu ‘Ᾱsyūr adalah ulama yang berpandangan moderat. Hal ini bisa dilihat dalam karyanya Maqāṣid al-Syarī‘ah Al-Islāmiyah. Dalam karyanya tersebut, Ibnu ‘Ᾱsyūr membangun teori Maqāṣid-nya dengan sifat syariat yang sangat utama, yaitu fitrah. Fitrah adalah sistem yang Allah ciptakan pada tiap-tiap makhluk-Nya. Ketika manusia berjalan menggunakan kedua kakinya adalah fitrah, tetapi ketika kedua kakinya tersebut digunakan untuk mengambil sesuatu, nyata bertentangan dengan fitrah. Islam disifati sebagai agama fitrah, yaitu fithrah aqilyah (fitrah Intelektual) karena ajaran Islam tidak bertentangan dengan akal.
Syari’at Islam mengajak penganutnya untuk senantiasa selalu menjaga fitrah. Menjaga jiwa (hifz al-nafs) dan menjaga nasab (hifz al-nasb) bagian dari fitrah. Peradaban yang benar bagian dari fitrah karena tercipta dari kreasi akal, yang mana akal bagian dari fitrah. Menjaga tatanan sosial dan memelihara perdamaian dunia adalah bagian dari fitrah, tetapi sebaliknya, merusak tatanan sosial dan membuat kerusakan di muka bumi bertentangan dengan fitrah.
Kemudian, teoriMaqāṣidIbnu ‘Ᾱsyūr juga dibangun oleh sifat syari’at yang dia sebut dengan al-samahah(toleransi). Toleransi menurut Ibnu ‘Ᾱsyūr adalah sikap di tengah-tengah antara terlalu menyulitkan (al-tadyiq) dan terlalu memudahkan (al-tasahul). Dengan adanya sifat al-samahah dalam syari’at, secara fitrah, jiwa mudah menerimanya, karena bagian dari fitrah adalah menolak sesuatu yang memberatkan dan menyulitkan. Dengan sifat al-samahah-nya ini, syariat Islam menyebar luas.
Oleh sebab itu, dakwah Islam yang dilakukan oleh wali songo di nusantara ini mudah diterima dan cepat meyebar luas, karena metode dakwah yang digunakan menjunjung tinggi nilai-nilai fitrah dan penuh toleransi; berdamai dengan budaya, tidak memberatkan, dan anti kekerasan. Selanjutnya, kita sebagai generasi pewaris dakwah wali songo di nusantara ini, tinggal memilih: menjadi moderat atau radikal ?