Manifestasi Cinta kepada Nabi Muhammad al-Musthafa

\"\"

Oleh: Mohammad Suud, Lc
Penyuluh Agama Islam Kec. Pademawu

Kurang lebih satu bulan lagi akan memasuki bulan Rabiu’l Awal, bulan kelahiran baginda Nabi Muhammad SAW. Bulan di mana mayoritas umat Islam sedunia yang bermazhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah (ASWAJA) merayakan kelahiran Nabi tercinta yang di timur tengah dikenal dengan al-ihtifal bi dzikra al-maulid al-nabawi, yang di Indonesia dikenal dengan istilah perayaan maulid Nabi.

Perayaan maulid Nabi yang dirayakan oleh mayoritas umat Islam sedunia ini, tentunya mempunyai dasar yang kuat, yaitu bentuk kegembiraan atas lahirnya Nabi Muhammad dan manifestasi rasa cinta kepada beliau. Tentunya alasan ini tidak perlu diperdebatkan terlalu panjang, karena kaitannya dengan rasa berupa cinta. Oleh sebab itu, Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki ber-dawuh bahwa jika ada seseorang yang berakal masih mempersoalkan alasan tentang perayaan maulid Nabi dengan bertanya, “Kenapa kalian semua merayakan maulid nabi?” maka seakan-akan dia sedang bertanya, “Kenapa kalian semua bergembira dengan Nabi?”

Cinta kepada Nabi Muhammad mempunyai nilai yang sangat istimewa dan apresiasi yang luar biasa dari baginda Nabi sendiri. Diceritakan dalam sebuah riwayat bahwa ada seseorang sowan kepada baginda Nabi, lantas bertanya, “Kapan kiamat ya Rasulullah?” Baginda Nabi balik bertanya, “Apa yang kamu persiapkan untuk menghadapi kiamat?” Lelaki tersebut menjawab, “ Saya tidak mempersiapkan dengan banyak shalat, banyak puasa, dan banyak sedekah, tetapi saya mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Baginda Nabi kemudian menjawab,”Kamu bersama orang yang kamu cintai.” Bahkan mencintai Baginda Nabi merupakan tanda kesempurnaan iman, sebagaimana sabda beliau, “Tidak sempurna keimanan seseorang diantara kalian hingga ia lebih mencintai aku daripada kedua orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya.”

Bagaimana menjewantahkan rasa cinta kepada Baginda Nabi? Qadhi Iyadh seorang ulama ahli fikih mazhab Maliki, dalam karya monumentalnya “al-Syifa bi Ta’rifi Huquqi al-Musthafa” menyebutkan beberapa tanda cinta kepada baginda Nabi, diantaranya adalah: pertama, mengikuti dan mengamalkan sunnah Nabi, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, dan mecontoh akhlaknya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali ‘Imran, yang artinya, “ Katakanlah kepada mereka wahai Rasul! : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali ‘Imran: 31). Kedua, adalah dengan banyak menyebut nama beliau, mengagungkan beliau ketika disebut nama beliau, dan menunjukkan sikap khusyuk dan rasa tawaddu’ ketika mendengar nama beliau. Menurut Ishaq al-Tujibi, bahwa Para sahabat yang masih hidup setelah wafatnya Nabi, setiap kali mereka menyebut nama Nabi, bergetarlah kulit mereka sambil menangis, dan hal ini juga dilakukan oleh beberapa tabi’in yang mana sebagian mereka menyebut nama Nabi sebagai manifestasi cinta dan kerinduan kepada beliau, sementara sebagian lagi menyebutnya untuk mengangungkan beliau. ketiga adalah dengan mencintai orang-orang yang mencintai baginda Nabi dan orang-orang yang dicintai beliau, seperti keluarga beliau dan sahabat beliau. Dan tanda berikutnya adalah welas asih kepada umat baginda Nabi, memberikan nasehat kepada mereka, berusaha memberikan kemaslahatan kepada mereka dan membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan mereka.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *