Oleh: ITSBAT
Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Palengaan
Banyak orang mungkin belum mengetahui bahwa kunci pintu Ka’bah, bangunan paling suci dalam Islam, sejak dahulu kala hanya dipegang oleh satu keluarga, yaitu keluarga Bani Syaibah. Tradisi ini bukan sekadar warisan sejarah, tetapi juga amanah mulia yang ditetapkan langsung oleh Nabi Muhammad ﷺ lebih dari 1.400 tahun yang lalu.
Pada masa pra-Islam, berbagai suku di Mekkah memiliki peran penting dalam mengelola Ka’bah, termasuk dalam hal penjagaan dan pembukaan pintunya. Salah satu keluarga yang terlibat adalah Bani Syaibah, keturunan dari Qushay bin Kilab, leluhur suku Quraisy. Mereka dipercaya untuk memegang kunci dan mengurus Ka’bah.
Ketika Nabi Muhammad ﷺ berhasil menaklukkan Mekkah pada tahun 630 M (Fathu Makkah), beliau masuk ke dalam Ka’bah dan shalat di dalamnya. Saat itu, kunci Ka’bah berada di tangan Utsman bin Talhah dari Bani Syaibah. Beberapa sahabat meminta agar tugas penjagaan kunci diserahkan kepada mereka, tetapi Allah menurunkan wahyu yang jelas dalam Surah An-Nisa ayat 58:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…”
(QS. An-Nisa: 58)
Nabi ﷺ kemudian mengembalikan kunci tersebut kepada Utsman bin Talhah dan bersabda:
“Ambillah kunci ini, wahai Bani Talhah (Bani Syaibah), untuk selama-lamanya, dan tidak boleh diambil dari kalian kecuali oleh orang zalim.”
Sejak saat itulah, tugas memegang kunci dan membuka pintu Ka’bah menjadi hak eksklusif keluarga Bani Syaibah hingga kini.
Kunci Ka’bah tidak hanya simbol kehormatan, tapi juga tanggung jawab besar. Anggota keluarga Bani Syaibah yang terpilih menjadi pembuka pintu Ka’bah tidak bisa sembarangan. Mereka menjaga adab, kesucian, dan protokol pembukaan pintu yang dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu, seperti saat pembersihan Ka’bah atau kunjungan tamu kenegaraan.
Pembersihan Ka’bah biasanya dilakukan dua kali setahun, yaitu sebelum Ramadan dan sebelum musim haji. Pada momen ini, penjaga kunci Bani Syaibah akan menyerahkan kunci kepada Raja atau pejabat tinggi Kerajaan Arab Saudi untuk membuka pintunya, tetapi tetap dengan kehadiran dan pengawasan langsung dari keluarga tersebut.
Tradisi ini menjadi simbol betapa Islam menghargai amanah, sejarah, dan kepercayaan. Meski berbagai rezim dan kekuasaan datang dan pergi, amanah ini tidak pernah dirampas dari tangan keluarga Bani Syaibah. Bahkan, dalam dunia modern yang serba berubah, keberlangsungan tradisi ini menjadi salah satu bukti nyata akan konsistensi dan keberkahan menjaga nilai-nilai Islam yang luhur.
Di tengah segala hiruk-pikuk zaman, kisah kunci Ka’bah yang dijaga oleh satu keluarga sejak zaman Nabi ﷺ mengajarkan kita tentang pentingnya amanah, penghormatan terhadap tradisi, dan keistimewaan warisan spiritual. Maka, ketika kita melihat Ka’bah dari kejauhan, mari ingat bahwa di balik pintu sucinya, ada sepotong sejarah yang masih hidup hingga hari ini, sebuah kunci yang tak hanya membuka pintu Ka’bah, tetapi juga membuka pintu makna tentang kesetiaan, kehormatan, dan kepercayaan yang tak tergantikan.