Oleh : Wahyudi (Penyuluh Agama Islam Kecamatan Tlanakan)
Saat ini, orang yang beribadah haji sedang melaksanakan ARMUZNA (Arafah, Muzdalifah dan Mina), mereka sedang khusyu’ dalam melaksanakan rangkain haji dengan harapan semoga hajinya menjadi haji mabrur dan di terima oleh Allah. Tidak ada balasan yang lebih pantas bagi haji mabrur kecuali surga. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad.
Akan tetapi ada salah seorang hamba Allah yang mendapatkan gelar Mabrur tanpa melaksanakan ibadah haji. Peristiwa ini diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Al-Mubarak tentang seseorang yang mendapatkan pahala haji mabrur, meskipun ia tidak pernah menginjakkan kaki di Mekkah. Namanya adalah Ali Al-Muwafaq, seorang tukang sol sepatu dari kota Damaskus.
Kisah ini terjadi ketika Ibnu Al-Mubarak sendiri sedang melaksanakan ibadah haji. Setelah menunaikan semua rukun haji, beliau tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya, ia mendengar suara berkata, “Wahai Ibnu Al-Mubarak, tahukah engkau bahwa hajimu tidak diterima ? Tapi pahala hajimu diberikan kepada Ali Al-Muwafaq, seorang tukang sol sepatu di Damaskus”. Ibnu Al-Mubarok terkejut dan heran dengan mimpi tersebut, sepulang haji, Ibnu Al-Mubarak langsung menuju Damaskus. Ia mencari Ali Al-Muwafaq, si tukang sol Sepatu dan bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi selama musim haji tahun itu.
Ali Al-Muwafaq, seorang pria sederhana yang hidup dari pekerjaannya memperbaiki sepatu, ia menceritakan kisahnya. Setiap tahun, ia menyisihkan sebagian dari penghasilannya demi bisa menunaikan ibadah haji. Setelah bertahun-tahun menabung, akhirnya uangnya cukup untuk pergi ke Tanah Suci. Namun, tak lama sebelum keberangkatannya, ia mendengar suara tangis dari rumah tetangganya. Ia mendatangi rumah itu dan mendapati seorang ibu dan anak-anaknya kelaparan.“Saya dan anak-anak belum makan selama berhari-hari,” kata sang ibu lirih.
Ali Al-Muwafaq bertanya, “Apakah kalian tidak punya apa-apa untuk dimakan?” Sang Ibu menunjukkan seekor bangkai burung yang hendak dimasaknya.“Ini bangkai, tapi ini satu-satunya yang kami miliki. Kami tidak punya pilihan lain.” Mendengar itu, hati Ali Al-Muwafaq luluh dan terenyuh. Ia pun memberikan seluruh tabungan hajinya kepada keluarga tersebut agar mereka bisa membeli makanan halal dan bertahan hidup.
Dengan suara penuh keikhlasan, Ali Al-Muwafaq berkata, “Haji saya tahun ini adalah memberi makan kalian”. Mendengar kisah ini langsung dari Ali AL-Muwafaq, Ibnu Al-Mubarak menangis. Kini ia mengerti mengapa dalam mimpinya disebutkan bahwa pahala hajinya diberikan kepada Ali Al-Muwafaq. Ternyata, nilai keikhlasan, kepedulian, dan pengorbanan Ali lebih besar dari sekadar perjalanan fisik ke Mekkah.
Hikmah Di Balik Kisah ini bukan untuk meremehkan dan mengabaikan ibadah haji, melainkan menekankan bahwa keikhlasan dan kepedulian terhadap sesama adalah inti dari semua ibadah. Haji bukan hanya perjalanan fisik, tapi juga perjalanan hati. Kadang, memberi kepada orang yang kelaparan di sekitar kita bisa lebih bermakna di sisi Allah, jika dilakukan dengan ikhlas dan penuh cinta.